
KUBU RAYA – Puluhan anak dari Kabupaten Kubu Raya antusias mengikuti kegiatan bertajuk Sosialisasi Mitigasi Bencana untuk Generasi Muda Kubu Raya yang Tangguh dan Berencana. Kegiatan ini merupakan bagian dari riset kolaboratif antara Program Studi Ilmu Komunikasi (IKOM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Fakultas Teknik (FT) Universitas Tanjungpura, Klub Riset Mahasiswa Ilmu Komunikasi Teras Komunika, Forum Anak Daerah Kubu Raya, serta Forum Anak Ambawang.
Riset yang melibatkan dosen dan mahasiswa dari kedua program studi ini, bertujuan untuk menggali partisipasi generasi muda dalam memetakan risiko bencana di berbagai wilayah di Kabupaten Kubu Raya, sekaligus mendorong anak-anak menyusun perencanaan mitigasi yang berbasis lokal.



Riset ini telah dilaksanakan di dua wilayah Kabupaten Kubu Raya. Pertama, di Kantor Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) di Desa Arang Limbung, Kecamatan Sungai Raya pada 17 Mei 2025, kemudian dilanjutkan ke GPIB Pama Jubata, Desa Pancaroba, Kecamatan Sungai Ambawang pada 14 Juni 2025. Kedua lokasi tersebut merupakan bagian dari koridor Trans-Kalimantan yang perekonomiannya berkembang dengan pesat. Namun, perkembangan ini juga membawa dampak signifikan terhadap perubahan tata guna lahan dan peningkatan risiko bencana. Terlebih wilayah ini juga menghadapi tantangan dinamika sosial multikultural yang kompleks.
Dalam hal ini, anak-anak menjadi kelompok masyarakat yang paling rentan terdampak bencana dan sering dianggap sebagai korban pasif ketika terjadi bencana. Untuk itu, pelaksanaan riset kolaboratif ini menerapkan pendekatan Child-Friendly Participatory Geographic Information System (PGIS) yang dimodifikasi agar lebih ramah anak. Kegiatan diawali dengan penyampaian materi mitigasi bencana sebagai pengantar dan menambah pengetahuan anak yang menjadi peserta sekaligus subjek dari riset ini. Kemudian, anak-anak diajak mengenali dan memetakkan bencana di lingkungan sekitarnya melalui Focus Group Discussion (FGD). Puncaknya, secara individu, anak-anak diminta menggambar lingkungan ideal yang berbasis pada pengetahuan dan pengalaman mereka. Selanjutnya, periset menggali makna hasil gambar tersebut melalui in-depth interview masing-masing anak.

Seluruh rangkaian kegiatan ini dapat dijadikan bukti bahwa anak juga memiliki kapasitas jika dilibatkan dalam mitigasi bencana. Dr. Joshua Fernando, S.I.Kom., M.I.Kom. selaku dosen IKOM sekaligus penanggung jawab kegiatan di GPIB Pama Jubata menyatakan riset ini dapat meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya mitigasi bencana. “Riset ini bisa membuat generasi muda paham akan pentingnya kesadaran dan mampu melakukan perencanaan mitigasi bencana, mengingat data frekuensi bencana alam seperti banjir bisa terjadi 2-3 kali setahun,” ujarnya, Senin (16/06/2025). Joshua juga menambahkan riset akan berlanjut di wilayah lain dengan menyesuaikan karakteristik bencana di lokasi masing-masing.
Hal yang sama disampaikan oleh Budi Utomo, S.P.W.K., M.P.W.K., selaku dosen PWK yang juga menjadi penanggung jawab kegiatan di Disporapar Kabupaten Kubu Raya. Menurutnya, riset ini memiliki potensi untuk terus berkembang di wilayah lain. “Awalnya kami tidak berencana untuk menjadikannya berkelanjutan. Tapi melihat dampak dan potensinya, kami ingin kegiatan seperti ini berlanjut secara bertahap, menyusuri berbagai lokasi lain di Kalimantan Barat. Tidak harus terburu-buru, yang penting konsisten dan berdampak,” jelasnya.
Selain itu, Budi menyebutkan riset ini menjadi perwujudan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi dan hasilnya dapat digunakan untuk mengembangkan indikator-indikator risiko bencana versi anak. “Riset ini selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Dalam pendidikan, kita sharing pengetahuan kepada anak-anak. Lalu penelitian, kita melihat persepsi anak-anak dalam menyikapi dan mitigasi bencananya. Di pengabdian, ada sosialisasi kepada anak-anak terkait bentuk-bentuk mitigasi bencana. Disini, kita sama-sama belajar dan mendapatkan pengetahuan baru. Hasilnya, kita dapat mengembangkan indikator-indikator kerentanan atau risiko bencana versi anak sekaligus mengembangkan metode PGIS yang baik,” tuturnya, Selasa (17/06/2025).