Skip to content

Universitas Tanjungpura Dorong Literasi Digital Inklusif Untuk Komunitas Tuli melalui Pendekatan Multidisipliner

Pontianak, 3 November 2025 – Dalam upaya mendorong digital parenting yang inklusif bagi komunitas orang tua tuli di Kalimantan Barat, Tim Peneliti dari Universitas Tanjungpura sebagai penerima hibah riset fundamental reguler dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi tahun 2025 menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Komunikasi Partisipatif Orang Tua Tuli Untuk Mewujudkan Digital Parenting yang Inklusif di Kalimantan Barat” di Dapoer Nusantara, Pontianak.

FGD ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama merumuskan strategi peningkatan literasi digital yang ramah bagi orang tua tuli, melibatkan perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Kominfo Kalbar, UPT Layanan Disabilitas, Pusat Bahasa Isyarat Indonesia, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Maktab Tuli As-Sami, Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia, Mafindo, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Tim peneliti lintas fakultas Universitas Tanjungpura ini menerangkan bahwa riset tersebut menggunakan pendekatan multidisipliner. Ketua tim peneliti, Suci Lukitowati, S.P., M.A, lebih dalam lagi menjelaskan riset ini memiliki beberapa tujuan diantaranya mengidentifikasi tingkat literasi digital orang tua tuli dan dengar di Kalimantan Barat, mengungkap kebutuhan literasi digital orang tua tuli, melihat komunikasi partisipatif dalam digital parenting orang tua tuli, memetakan pola komunikasi keluarga tuli, dan mengetahui dinamika sosial dalam komunitas seperti keterlibatan berbagai pihak (pemerintah dan lembaga inklusif).

Salah satu hasil penting riset adalah pemetaan spasial, persebaran 300 titik rumah orang tua tuli di empat wilayah utama, yakni Pontianak, Kubu Raya, Singkawang, dan Mempawah. Pemetaan ini dilakukan dengan cara partisipatif, di mana teman tuli menandai lokasi pemukiman orang tua tuli beserta tempat kumpul yang mereka ketahui secara langsung pada peta cetak yang disediakan oleh tim. Data tersebut kemudian dikonversi menjadi data spasial untuk analisis lebih lanjut.

Saat kami ingin melakukan kegiatan pemberdayaan teman tuli, yang mana ketika kami cari telusuri, BPS belum memberikan data detail mengenai daerah tinggal teman tuli. Sehingga kami melakukan pemetaan parsial untuk memudahkan berbagai kegiatan kedepannya, dengan melibatkan mereka secara langsung. Kami ingin tau langsung sebaran teman tuli dari mereka sendiri sehingga sasarannya lebih tepat.” Ujar ketua tim penelitian.

Selain pemetaan, tim juga mengukur indeks literasi digital orang tua tuli dan orang tua dengar, hasilnya ditemukan kesenjangan yang signifikan. Dimana, orang tua tuli masuk dalam kategori literasi digital sedang sementara orang tua dengar pada kategori tinggi. Kesenjangan ini juga merefleksikan hambatan akses dan dukungan dalam pengasuhan digital bagi kelompok orang tua tuli.

Andi Supiyandi, salah satu peneliti, menegaskan bahwa tingkat literasi digital mempengaruhi pola pengasuhan anak di era digital. Orang tua yang literasi digitalnya tinggi lebih mampu mendampingi penggunaan teknologi oleh anak secara aman dan produktif, sementara keterbatasan literasi digital pada keluarga tuli dapat mempengaruhi pengawasan dan komunikasi terhadap anak dalam mengonsumsi konten digital.

Sesi diskusi menjadi ruang pertukaran gagasan antara akademisi dan praktisi. Dinas Sosial Kalbar menyambut baik data riset ini untuk mendukung program pemberdayaan disabilitas, sementara Ketua Gerkatin Kalbar menggarisbawahi pentingnya partisipasi komunitas tuli dalam pembuatan kebijakan.

Kami menegaskan bahwa orang tua tuli memang harus dilibatkan dalam penelitian penting ini secara aktif dalam setiap prosesnya. Jadi bukan hanya sebagai penerima manfaat tapi juga sebagai mitra, sejajar dalam sebuah penelitian dan kebijakan.” Ujar Aswandi Efendi.

Melalui dialog yang konstruktif, kegiatan ini menghasilkan rekomendasi seperti pelatihan literasi digital ramah tuli, pengembangan aplikasi digital parenting yang inklusif, kolaborasi lintas instansi dalam pendidikan disabilitas, serta penyediaan platform komunikasi pemerintah yang mudah diakses komunitas tuli.