Artikel ini sudah pernah dipublikasikan sebelumnya oleh Suara Pemred, dan dapat dilihat artikel aslinya pada tautan berikut: LSF Ajak Masyarakat Pahami Pentingnya Literasi terhadap Penyensoran Film
Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia mengajak masyarakat unyuk memahami pentingnya hukum dan penyensoran terhadap film yang beredar.
Hal itu disampaikan pada kegiatan yang bekerja sama dengan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Tanjungpura terkait Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran, Selasa (2/11).
Ketua Komisi III Bidang Pemantauan Hukum dan Advokasi Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki menyampaikan, film mempunyai nilai strategis dan mempunyai pengaruh positif ataupun negatif terhadap masyarakat yang menontonnya.
“Oleh karena itu kehadiran film-film di tengah masyarakat itu harus ada kepastian hukumnya, antara lain kalau untuk Lembaga Sensor Film harus sudah lulus sensor,” ungkap Ahmad.
Namun sampai saat ini, terdapat fakta bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hal tersebut, terkait mekanisme penyensoran dan hukum film itu sendiri.
“Oleh karena itu LSF dengan tanggung jawabnya untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif film menyampaikan literasi dan edukasi tentang hukum yang berkaitan dengan sensor film dan iklan film,” ujarnya.
Menurut Ahmad, masyarakat khususnya mahasiswa perlu memahami bahwa pada saat produksi film harus mengetahui aturan serta klasifikasi usia yang ada di film yang telah diproduksi.
“Sehingga penonton akan tidak sembarangan menonton film, terutama bagi anak-anak usia remaja atau di bawahnya, kalau menonton film di bawah klasifikasi usianya jelas dampaknya luar biasa bagi pendidikan dan pembentukan karakternya,” katanya.
Program Literasi dan Edukasi ini merupakan program baru yang dimiliki LSF dan juga menjadi salah satu program hasil kerja sama dengan Universitas Tanjungpura Pontianak. Pontianak sendiri menjadi kota ke-empat setelah sebelumnya di adakan di Padang Panjang, Bali, dan Bandung.
“LSF juga mempunyai program yang namanya “Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri”. LSF ingin mengedukasi masyarakat untuk cerdas dengan sadar dalam menonton itu mampu memilah yang tepat peruntukannya, tepat klasifikasi usianya,” tegas Ahmad.
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Untan, Dewi Utami menyampaikan, kegiatan ini diadakan sebab banyak yang belum menyadari keberadaan LSF secara penuh.
“Tapi apa yang mereka kerjakan, koridor-koridor yang mereka patuhi, itu kita belum tahu. Melalui acara literasi ini saya pikir sudah bisa memberikan bayangan awal dan bisa kita pelajari lebih lanjut mengenai edukasi soal hukum di perfilman dan sensor film ini,” ujar Dewi.
Dewi juga menyampaikan kedepan jika LSF mengadakan kegiatan lagi di Pontianak, akan bekerja sama kembali dengan Program Studi Ilmu Komunikasi.
“Kemungkinan muncul bentuk-bentuk yang lain seperti yang ada pada saat penandatanganan MoU itu ada magang misalnya bagi mahasiswa, dan mungkin akan muncul bentuk lainnya. Jadi nanti kalau ada kerja sama lagi, Insya Allah, Prodi Ilmu Komunikasi yang akan implementasinya,” pungkasnya.